Di tengah dinamika kehidupan modern, nilai-nilai moderasi menjadi semakin penting dalam membentuk karakter generasi muda. Siswa-siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Magelang mengeksplorasi pengalaman unik pembelajaran moderasi di tempat ibadah Pujamanggala Bali.

Menyelami Kearifan Lokal
Pujamanggala, sebuah tempat ibadah yang kaya akan nilai-nilai budaya Bali, memberikan siswa kesempatan untuk menyelami kearifan lokal. Dari seni tari hingga filosofi hidup, siswa belajar tentang harmoni dan keseimbangan yang menjadi inti dari moderasi.

Ritual Keagamaan Sebagai Cermin Moderasi
Siswa-siswa MAN 2 Magelang menjalankan ibadah keagamaan berupa sholat dzuhur dan asar di Masjid yang ada di kawasan Pujamanggala. Dalam proses ini, mereka memahami betapa pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan kehidupan sehari-hari, menciptakan keseimbangan yang harmonis.

Dialog Antaragama
Tempat ibadah Pujamanggala juga menjadi wadah untuk memperdalam pemahaman antaragama. Siswa-siswa berkesempatan untuk berdialog dengan penganut agama Bali, memperluas wawasan mereka tentang keberagaman dan merajut toleransi sebagai bagian dari moderasi.

Tanggung Jawab Sosial
Pembelajaran moderasi di Pujamanggala tidak hanya bersifat introspektif, tetapi juga melibatkan tanggung jawab sosial. Siswa-siswa MAN 2 Magelang terlibat dalam kegiatan sosial di sekitar tempat ibadah. tampak beberapa siswa memungut sampah yang ada di masjid Ibnu Batutah namun juga di depan Gereja dan Vihara yang ada di kawasan puja manggala. meskipun hal itu terlihat ringan namun hal ini dapat memperkuat konsep moderasi sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.

Penerapan Moderasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Pengalaman di Pujamanggala tidak hanya bersifat seremonial. Siswa-siswa membawa konsep moderasi ke dalam kehidupan sehari-hari mereka, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk pertumbuhan karakter dan pengembangan pribadi.

Kesimpulan
Perjalanan siswa-siswa MAN 2 Magelang ke tempat ibadah Pujamanggala Bali tidak hanya memperkaya wawasan mereka tentang nilai-nilai moderasi, tetapi juga membentuk landasan kuat untuk kepemimpinan yang beretika dan harmonis. Dengan menyatukan kearifan lokal, ritual keagamaan, dialog antaragama, dan tanggung jawab sosial, siswa-siswa ini menjadi agen perubahan yang membawa semangat moderasi ke dalam komunitas mereka. (Zn)


 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *